Latest News

Kumpulan Opini Kompas: Polri Dan Problem Kredibilitas

G AMBAR WULAN

Kasus Bibit-Chandra telah membuat ruang kesadaran aturan bagi masyarakat Indonesia.

Munculnya kontrkelewat / oversi alibi menurut penelusuran bukti-bukti masalah dari Polisi Republik Indonesia maupun Bibit-Chandra (KPK) membuat masyarakat kian geregetan dalam menyikapi karut-marut penegakan hukum.

Hilangnya simpati

Sebagai pengelola keamanan dan ketertiban umum , Polisi Republik Indonesia dibutuhkan bagi stabilitas pemerintahan. Dalam hal ini , kemampuan pengelolaan keamanan menjadi tolok ukur keberhasilan atau kegagalan suatu bangsa dan negara. Kini , trik penanganan polisi atas masalah aturan menuai angin kencang yang berpotensi munculnya krisis kepercayaan.

Kepercayaan yaitu modal utama yang dibutuhkan Polisi Republik Indonesia dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya sebagai penegak aturan , penjaga keamanan , dan ketertiban masyarakat. Karena itu , kewenangan mutlak dalam fungsi preventif dan represif seyogianya tidak merepresentasikan kekuasaan dan arogansi.

Memosisikan Polisi Republik Indonesia berhadapan dengan masyarakat bakal menjadi kontraproduktif dalam menjaga gambaran sebagai pelindung dan pengayom masyarakat. Masalahnya sekarang , munculnya banyak sinyalemen hilangnya simpati masyarakat terhadap polisi.

Kini , aliran sumbangan masyarakat kepada Bibit-Chandra kian deras. Ini merupakan cermin belarasa masyarakat terhadap duduk masalah keadilan. Seharusnya bunyi rakyat (dari mana pun) dijadikan Polisi Republik Indonesia sebagai masukan penting bagi upaya menegakkan aturan dan kepentingan rakyat.

Pengalaman sejarah memberi pelajaran. Di awal Republik , Polisi Republik Indonesia dihadapkan duduk masalah dilematis. Polisi Republik Indonesia dihujat rakyat sebagai lanjutan alat kolonial sekaligus dibutuhkan sebagai penjamin keamanan , pelindung bangsa dan negara dari gangguan keamanan ciptaan Belanda. Di beberapa tempat , rakyat menolak pegawapemerintah penegak aturan dengan melaksanakan serangan terhadap polisi yang ditemui. Situasi itu disikapi pimpinan Polisi Republik Indonesia ketika itu melalui kesepakatan membangun kepercayaan rakyat sebagai prioritas kebijakan institusi melalui konsistensi pelaksanaan kiprah kepolisian sesuai fungsinya , walaupun dalam suasana perang.

Mengembangkan kepercayaan rakyat merupakan kewajiban pokok kepolisian dalam mencapai efektivitas pelaksanaan kiprah dan fungsi Polri. Penyelesaian masalah aturan yang melibatkan perseteruan penegak aturan seharusnya segera dituntaskan setrik berkeadilan. Ketidakjelasan penanganan masalah bakal berdampak hilangnya kepercayaan publik terhadap polisi.

Krisis kepercayaan pada forum polisi menjadikan pelaksanaan tertib aturan menjadi amat membahayakan , menyerupai sikap masyarakat yang tidak mau patuh pada aturan dan menganggap semua pegawapemerintah polisi berperilaku buruk.

Akibatnya , prestasi besar Polisi Republik Indonesia dalam memerangi terorisme dan menggerebek pabrik-pabrik ekstasi yang merusak generasi muda seakan tak berbekas dengan mencuatnya ”kasus Bibit-Chandra”. Kekhawatiran lain dengan tidak terpenuhinya rasa keadilan masyarakat sanggup mengakibatkan munculnya gejolak politik dalam negeri yang sanggup memengaruhi dunia perekonomian.

Degradasi moralitas

Kini , bangsa Indonesia menjadi miris oleh meningkatnya degradasi moralitas yang menjadikan rasa adil dan kebenaran menjadi absurd. Dalam membangun gambaran , seyogianya polisi mengedepankan kesepakatan , konsistensi , dan integritas guna merebut kembali simpati rakyat. Peristiwa ini hendaknya dijadikan momen penegasan pelaksanaan reformasi Polisi Republik Indonesia dengan melaksanakan perubahan fundamental atas kultur yang mendasarkan supremasi aturan dan pengabdian.

Ke depan , tuntutan masyarakat terhadap kinerja Polisi Republik Indonesia kian berat , yang menghendaki adanya keterbukaan dan pertanggungjawaban klarifikasi dari tiap tindakan polisi dengan mempertimbangkan asas kepantasan dan keadilan. Selain itu , aktualisasi korelasi kesetaraan antara masyarakat dan polisi sebagai kawan kerja merupakan upaya yang dibutuhkan dalam mendukung terciptanya situasi keamanan yang kian kondusif.

Perlu polisi yang jujur

Dalam lingkungan kerja di tengah situasi yang kian kompleks , pMaknasipasi dan sumbangan rakyat menjadi hal penting guna mengoptimalkan kinerjanya dalam melindungi dan mengayomi rakyat. Untuk memenuhi kebutuhan itu , dibutuhkan sosok polisi yang jujur dan kompeten dalam bidangnya. Selain itu juga dibutuhkan polisi yang profesional dan proporsional dalam mengemban tugas. Ini yaitu sisi lain yang dibutuhkan Polisi Republik Indonesia guna membangun dapat dipercaya institusinya.

Terciptanya opini publik yang menyudutkan Polisi Republik Indonesia lantaran proses aturan yang diberlakukan terhadap kedua unsur pimpinan KPK yang dinonaktifkan , Bibit dan Chandra , berlangsung lambat dan tidak transparan. Gonjang-ganjing masalah ”menggelinding tak tentu arah” ini terperinci memengaruhi ketidaktenangan masyarakat. Dalam situasi ini , apakah Pembangunan Kepercayaan sebagai Strategi Besar Polisi Republik Indonesia yang dicanangkan semenjak 2005 masih ada pada tataran wacana?

Meski demikian , buruknya gambaran Polisi Republik Indonesia tetap menjadi keprihatinan kita lantaran sebagai alat negara , polisi harus tetap eksis dalam negara hukum. Dalam hal ini , masyarakat membutuhkan jaminan keamanan , ketertiban , dan proteksi hak milik dari polisi. Melalui kontrol dan kritik , rakyat punya andil dalam mendorong Polisi Republik Indonesia yang profesional menyerupai diharapkan masyarakat.

G Ambar Wulan Pengajar Kajian Ilmu Kepolisian Program Pascasarjana UI

0 Response to "Kumpulan Opini Kompas: Polri Dan Problem Kredibilitas"

Total Pageviews