Keputusan pelaksanaan waktu pemilu itu , 23 Januari 2010 , sempat tertunda beberapa pekan alasannya yaitu belum disepakatinya undang-undang pemilu yang baru. Alotnya pembahasan undang-undang pemilu itu karna belum adanya kesatuan pendapat di antara partai-partai Arab , Kurdi , dan Turkoman menyangkut pelaksanaan pemilu di Kirkuk , kota kaya minyak yang jadi rebutan.
Sebenarnya , Kirkuk hanyalah salah satu problem yang membelit Irak. Persoalan fundamental di Irak ketika ini yaitu soal kesatuan nasional , meskipun ada yang menyatakan bahwa masa sektarian sudah berlalu. Selama ini selalu digambarkan bahwa Irak setrik garis besar terbagi menjadi tiga: wilayah Selatan dikuasai kelompok Syiah , wilayah Tengah di tangan kelompok Sunni , dan wilayah Utara di bawah kekuasaan Kurdi.
Menjelang pemilu tahun depan , paling tidak 296 partai bakal ambil bab , upaya yang menggambarkan bahwa tidak ada lagi kasus berbau sektarian sangat terlihat. Dua kelompok yang sebelumnya bermusuhan—Sunni dan Syiah—menggelar konferensi pers bersama , dengan membawa slogan ”persatuan nasional”.
Muncul pula kelompok yang disebut Gerakan Nasional Irak , sebuah kelompok yang dibangun oleh kelompok Syiah dan bekas orang-orang Baath (partai berkuasa di zaman Saddam) pimpinan Iyad Allawi dengan tokoh Sunni , Saleh al-Mutlaq , seorang anggota parlemen. Akan bergabung juga dalam kelompok itu Tariq al-Hashemi , seorang tokoh Sunni yang sebelumnya memimpin kelompok lain.
Pesaing utama Gerakan Nasional Irak yaitu kelompok Persatuan yang dipimpin Jawad al-Bolani , seorang Syiah yang ketika ini menjabat menteri dalam negeri. Ia membentuk kelompok Persatuan bersama dengan Ahmed Abu Risha , pemimpin gerakan Sunni yang disebut Kebangkitan. Mereka selama ini sudah menjalin kekerabatan dengan militer dan pegawapemerintah keamanan.
Koalisi-koalisi itu menunjukkan citra bahwa perjuangan untuk mengakhiri pengelompokan dan konflik berbau sektarian yang sangat merugikan terus dilakukan. Mereka melihat sektarianisme lebih merugikan daripada menguntungkan dalam membangun sebuah negara.
Ada semacam kesadaran bahwa Irak harus keluar dari lingkar sektarianisme yang hanya membuat negara itu semakin terpuruk. Mereka selalu disandera oleh dendam antarkelompok yang tiada akhirnya.
Karena itu , pemilu Januari mendatang bakal menjadi pintu gerbang bagi mereka untuk keluar dari ”ruang sempit” dan lepas dari belenggu itu serta membangun negara yang menunjukkan daerah yang sama kepada semua anak bangsa.
Sebenarnya , Kirkuk hanyalah salah satu problem yang membelit Irak. Persoalan fundamental di Irak ketika ini yaitu soal kesatuan nasional , meskipun ada yang menyatakan bahwa masa sektarian sudah berlalu. Selama ini selalu digambarkan bahwa Irak setrik garis besar terbagi menjadi tiga: wilayah Selatan dikuasai kelompok Syiah , wilayah Tengah di tangan kelompok Sunni , dan wilayah Utara di bawah kekuasaan Kurdi.
Menjelang pemilu tahun depan , paling tidak 296 partai bakal ambil bab , upaya yang menggambarkan bahwa tidak ada lagi kasus berbau sektarian sangat terlihat. Dua kelompok yang sebelumnya bermusuhan—Sunni dan Syiah—menggelar konferensi pers bersama , dengan membawa slogan ”persatuan nasional”.
Muncul pula kelompok yang disebut Gerakan Nasional Irak , sebuah kelompok yang dibangun oleh kelompok Syiah dan bekas orang-orang Baath (partai berkuasa di zaman Saddam) pimpinan Iyad Allawi dengan tokoh Sunni , Saleh al-Mutlaq , seorang anggota parlemen. Akan bergabung juga dalam kelompok itu Tariq al-Hashemi , seorang tokoh Sunni yang sebelumnya memimpin kelompok lain.
Pesaing utama Gerakan Nasional Irak yaitu kelompok Persatuan yang dipimpin Jawad al-Bolani , seorang Syiah yang ketika ini menjabat menteri dalam negeri. Ia membentuk kelompok Persatuan bersama dengan Ahmed Abu Risha , pemimpin gerakan Sunni yang disebut Kebangkitan. Mereka selama ini sudah menjalin kekerabatan dengan militer dan pegawapemerintah keamanan.
Koalisi-koalisi itu menunjukkan citra bahwa perjuangan untuk mengakhiri pengelompokan dan konflik berbau sektarian yang sangat merugikan terus dilakukan. Mereka melihat sektarianisme lebih merugikan daripada menguntungkan dalam membangun sebuah negara.
Ada semacam kesadaran bahwa Irak harus keluar dari lingkar sektarianisme yang hanya membuat negara itu semakin terpuruk. Mereka selalu disandera oleh dendam antarkelompok yang tiada akhirnya.
Karena itu , pemilu Januari mendatang bakal menjadi pintu gerbang bagi mereka untuk keluar dari ”ruang sempit” dan lepas dari belenggu itu serta membangun negara yang menunjukkan daerah yang sama kepada semua anak bangsa.
TAJUK RENCANA
0 Response to "Kumpulan Opini Kompas: Menghapus Abad Sektarian"