Dalam pemilu legislatif atau pemilu presiden , tidak jarang media menempuh jalur berbeda-beda. Di alam demokrasi dan keterbukaan , hal itu lazim.
Bahkan , kadang orang menciri orientasi media dari partai mana , atau capres mana , yang didukung. Namun , menyangkut pemberian kepada KPK dan dua unsur pimpinan nonaktifnya , Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah , media di Indonesia sepertinya memperlihatkan perilaku seia-sekata , lebih-lebih dari sisi semangatnya.
Pandangan umum yang dianut oleh media di Indonesia ialah ada rekayasa untuk melemahkan KPK dan penahanan Bibit dan Chandra mengusik rasa keadilan. Bahkan , pascapemutaran rekaman KPK di Mahkamah Konstitusi Selasa kemudian , ada suasana umum yang menghendaki dilakukannya investigasi terhadap nama-nama yang muncul dalam rekaman.
Tanpa bermaksud memuji keluarga sendiri , kita ingin menggarisbawahi perilaku media Indonesia terhadap apa yang sering disebut sebagai kasus kriminalisasi KPK. Paling tidak , dari apa yang sejauh ini muncul dalam pemberitaan media di Indonesia , apakah itu cetak atau elektronik—mencakup TV , radio , dan online—ada kesan bahwa media yang sebelumnya mungkin dicitrakan berdasarkan orientasi politik ataupun bisnisnya , kali ini sepenuhnya berorientasi pada hati nurani rakyat , setrik nyaring , dan blak-blakan.
Dalam kaitan ini , kita pun segera ingat pada apa yang dikenal sebagai prinsip-prinsip jurnalisme , ibarat yang disampaikan oleh Bill Kovach dalam bukunya , Elements of Journalism. Disebutkan dalam Prinsip Kedua , meski pers punya banyak konstituen , termasuk pemasang iklan dan pemegang saham , kesetiaan pertama tetaplah kepada warga negara dan kepentingan publik lebih besar. Komitmen kepada warga ini merupakan basis dapat dipercaya satu organisasi pemberitaan.
Seiring dengan Prinsip Kedua di atas ialah Prinsip Pertama , yaitu kewajiban pertama jurnalisme ialah bagi kebenaran. Menurut Kovach , demokrasi bergantung pada masyarakat yang sanggup memperoleh fakta yang kredibel dan akurat.
Berpegang pada kedua prinsip jurnalisme tersebut , masyarakat sekarang sanggup mengetahui dengan gamblang apa yang terjadi di seputar KPK dan penahanan kedua unsur pimpinannya. Sebagian masyarakat dikutip geleng-geleng kepala dengan praktik kongkalikong antara pegawanegeri dan cukong , yang dinilai amat menjijikkan.
Diharapkan untuk isu-isu strategis yang memilih hajat hidup orang banyak , pers Indonesia juga sanggup menggalang kebersamaan. Mungkin saja dalam menjalankan fungsi pilar keempat demokrasi , pers punya seni administrasi berbeda-beda satu dengan yang lain. Namun , satu hal yang sama bagi pers ialah fungsi mengawal proses demokratisasi , yang ditandai oleh kegiatan check and balances.
Tugas tersebut tidaklah ringan , tetapi justru alasannya ialah itu pula diharapkan kebersamaan visi dan langkah.
Bahkan , kadang orang menciri orientasi media dari partai mana , atau capres mana , yang didukung. Namun , menyangkut pemberian kepada KPK dan dua unsur pimpinan nonaktifnya , Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah , media di Indonesia sepertinya memperlihatkan perilaku seia-sekata , lebih-lebih dari sisi semangatnya.
Pandangan umum yang dianut oleh media di Indonesia ialah ada rekayasa untuk melemahkan KPK dan penahanan Bibit dan Chandra mengusik rasa keadilan. Bahkan , pascapemutaran rekaman KPK di Mahkamah Konstitusi Selasa kemudian , ada suasana umum yang menghendaki dilakukannya investigasi terhadap nama-nama yang muncul dalam rekaman.
Tanpa bermaksud memuji keluarga sendiri , kita ingin menggarisbawahi perilaku media Indonesia terhadap apa yang sering disebut sebagai kasus kriminalisasi KPK. Paling tidak , dari apa yang sejauh ini muncul dalam pemberitaan media di Indonesia , apakah itu cetak atau elektronik—mencakup TV , radio , dan online—ada kesan bahwa media yang sebelumnya mungkin dicitrakan berdasarkan orientasi politik ataupun bisnisnya , kali ini sepenuhnya berorientasi pada hati nurani rakyat , setrik nyaring , dan blak-blakan.
Dalam kaitan ini , kita pun segera ingat pada apa yang dikenal sebagai prinsip-prinsip jurnalisme , ibarat yang disampaikan oleh Bill Kovach dalam bukunya , Elements of Journalism. Disebutkan dalam Prinsip Kedua , meski pers punya banyak konstituen , termasuk pemasang iklan dan pemegang saham , kesetiaan pertama tetaplah kepada warga negara dan kepentingan publik lebih besar. Komitmen kepada warga ini merupakan basis dapat dipercaya satu organisasi pemberitaan.
Seiring dengan Prinsip Kedua di atas ialah Prinsip Pertama , yaitu kewajiban pertama jurnalisme ialah bagi kebenaran. Menurut Kovach , demokrasi bergantung pada masyarakat yang sanggup memperoleh fakta yang kredibel dan akurat.
Berpegang pada kedua prinsip jurnalisme tersebut , masyarakat sekarang sanggup mengetahui dengan gamblang apa yang terjadi di seputar KPK dan penahanan kedua unsur pimpinannya. Sebagian masyarakat dikutip geleng-geleng kepala dengan praktik kongkalikong antara pegawanegeri dan cukong , yang dinilai amat menjijikkan.
Diharapkan untuk isu-isu strategis yang memilih hajat hidup orang banyak , pers Indonesia juga sanggup menggalang kebersamaan. Mungkin saja dalam menjalankan fungsi pilar keempat demokrasi , pers punya seni administrasi berbeda-beda satu dengan yang lain. Namun , satu hal yang sama bagi pers ialah fungsi mengawal proses demokratisasi , yang ditandai oleh kegiatan check and balances.
Tugas tersebut tidaklah ringan , tetapi justru alasannya ialah itu pula diharapkan kebersamaan visi dan langkah.
TAJUK RENCANA
0 Response to "Kumpulan Opini Kompas: Nurani Rakyat Via Media"