Itulah kiranya pertanyaan yang muncul. Maksud kita soal terjadinya aksi-reaksi KPK dan Polisi Republik Indonesia menyusul penahanan Bibit S Rianto dan Chandra Hamzah.
Reaksi masyarakat meledak tatkala kedua unsur pimpinan KPK (nonaktif) yang sedang diperiksa polisi itu hasilnya ditahan. Penahanan dinilai tidak pada tempatnya. Reaksi yang serentak meledak sebagai tanggapan masyarakat cepat menyebar , berkumulasi , dan tegang. Ya , Mengapa jadi begitu?
Pertanyaan itu kita hubungkan dengan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wapres Boediono yang gres dimulai. Baru saja dibuat Kabinet Indonesia Bersatu II. Pemerintah gres dimulai dengan pertemuan kerja dari aneka macam komponen masyarakat yang setuju bekerja sama dan berkontribusi setrik kreatif dan produktif bagi keberhasilan pemerintahan baru.
Kita masuki periode pemerintahan Presiden SBY yang kedua dengan impian besar , optimisme tinggi , dan kebersamaan yang menjanjikan. Semangat dan suasana optimis kita tangkap sebagai suasana yang besar lengan berkuasa dan menjanjikan sebagai modal kerja bersama. Oposisi ada , bahkan diagarkan ada , dalam DPR maupun di luar DPR serta dibutuhkan dan diupayakan semoga kritis tetapi konstruktif. Pemerintahan Presiden SBY dan Wapres Boediono berada dalam posisi dan suasana memulai bekerja setrik produktif , kreatif , efektif , dan efisien.
Penetapan Chandra dan Bibit sebagai tersangka sudah mengundang kritik tajam dari sebagian masyarakat. Namun , siapa yang menerka reaksi publik begitu keras dikala Polisi Republik Indonesia lalu menahan Bibit dan Chandra. Tindakan penahanan itu membangkitkan protes , semula dari aneka macam kalangan organisasi dan penggerak hukum. Namun , dalam waktu singkat , kritik dari kalangan hebat aturan itu meluas ke sejumlah tokoh masyarakat dan berkembang juga di kalangan bermacam-macam kelompok dan organisasi masyarakat luas.
Masuk logika kalau diagarkan tanpa redanya gerakan penentangan dan kembalinya guncangan kepercayaan publik , pengaruhnya yang negatif bergulir dan bereskalasi ke mana-mana. Hal itu tidak kita kehendaki alasannya ialah eskalasi yang demikian bakal mencairkan konsentrasi kita bersama mendukung pemerintahan Presiden SBY. Kita khawatir kondisi dan suasana yang sejauh ini aman dan optimis ikut terganggu.
Pertimbangan itu kita kemukakan semoga semua pihak , apalagi yang setrik eksklusif terlibat , segera meredakan ketegangan dan konflik sosial tersebut. Jika diagarkan berlarut , kerumitan duduk perkara bertambah. Demikian pula optimisme yang menyertai pemerintahan gres juga ikut terpengaruh setrik negatif. Kepemimpinan dan tanggung jawab pihak yang terlibat diuji. Juga diuji kepemimpinan pemerintahan baru. Kita ingatkan ungkapan kebajikan usang , ”Dalam keterbatasanlah , letak seninya” , yakni seni mengurai dan menuntaskan persoalan.
Reaksi masyarakat meledak tatkala kedua unsur pimpinan KPK (nonaktif) yang sedang diperiksa polisi itu hasilnya ditahan. Penahanan dinilai tidak pada tempatnya. Reaksi yang serentak meledak sebagai tanggapan masyarakat cepat menyebar , berkumulasi , dan tegang. Ya , Mengapa jadi begitu?
Pertanyaan itu kita hubungkan dengan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wapres Boediono yang gres dimulai. Baru saja dibuat Kabinet Indonesia Bersatu II. Pemerintah gres dimulai dengan pertemuan kerja dari aneka macam komponen masyarakat yang setuju bekerja sama dan berkontribusi setrik kreatif dan produktif bagi keberhasilan pemerintahan baru.
Kita masuki periode pemerintahan Presiden SBY yang kedua dengan impian besar , optimisme tinggi , dan kebersamaan yang menjanjikan. Semangat dan suasana optimis kita tangkap sebagai suasana yang besar lengan berkuasa dan menjanjikan sebagai modal kerja bersama. Oposisi ada , bahkan diagarkan ada , dalam DPR maupun di luar DPR serta dibutuhkan dan diupayakan semoga kritis tetapi konstruktif. Pemerintahan Presiden SBY dan Wapres Boediono berada dalam posisi dan suasana memulai bekerja setrik produktif , kreatif , efektif , dan efisien.
Penetapan Chandra dan Bibit sebagai tersangka sudah mengundang kritik tajam dari sebagian masyarakat. Namun , siapa yang menerka reaksi publik begitu keras dikala Polisi Republik Indonesia lalu menahan Bibit dan Chandra. Tindakan penahanan itu membangkitkan protes , semula dari aneka macam kalangan organisasi dan penggerak hukum. Namun , dalam waktu singkat , kritik dari kalangan hebat aturan itu meluas ke sejumlah tokoh masyarakat dan berkembang juga di kalangan bermacam-macam kelompok dan organisasi masyarakat luas.
Masuk logika kalau diagarkan tanpa redanya gerakan penentangan dan kembalinya guncangan kepercayaan publik , pengaruhnya yang negatif bergulir dan bereskalasi ke mana-mana. Hal itu tidak kita kehendaki alasannya ialah eskalasi yang demikian bakal mencairkan konsentrasi kita bersama mendukung pemerintahan Presiden SBY. Kita khawatir kondisi dan suasana yang sejauh ini aman dan optimis ikut terganggu.
Pertimbangan itu kita kemukakan semoga semua pihak , apalagi yang setrik eksklusif terlibat , segera meredakan ketegangan dan konflik sosial tersebut. Jika diagarkan berlarut , kerumitan duduk perkara bertambah. Demikian pula optimisme yang menyertai pemerintahan gres juga ikut terpengaruh setrik negatif. Kepemimpinan dan tanggung jawab pihak yang terlibat diuji. Juga diuji kepemimpinan pemerintahan baru. Kita ingatkan ungkapan kebajikan usang , ”Dalam keterbatasanlah , letak seninya” , yakni seni mengurai dan menuntaskan persoalan.
TAJUK RENCANA
0 Response to "Kumpulan Opini Kompas: Mengapa Jadi Begini?"