Sudah hampir dua ahad info Wakil Ketua (nonaktif) KPK Bibit Rianto dan Chandra Hamzah menjadi perdebatan. Entah kapan info itu berakhir.
Dugaan penyalahgunaan wewenang dan pemerasan/penyuapan terhadap Bibit dan Chandra memicu kontrkelewat / oversi. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membentuk Tim Delapan yang dipimpin Adnan Buyung Nasution. Perdebatan makin keras sehabis Polisi Republik Indonesia menahan Bibit dan Chandra beberapa jam sehabis Mahkamah Konstitusi memutar rekaman sadapan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Penjelasan Kepala Polisi Republik Indonesia Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri di depan Komisi III dewan perwakilan rakyat menuai bantahan dari pihak Bibit dan Chandra. Komisi III dewan perwakilan rakyat juga mengundang KPK dan Kejaksaan Agung. Komisi III pun berencana mempertemukan kejaksaan , Polisi Republik Indonesia , dan KPK pada 12 November. Itulah panggung politik DPR.
Panggung lain dimainkan Tim Delapan. Tim ini memanggil sejumlah pihak kepolisian , kejaksaan , KPK , dan pihak lain yang relevan. Tim yang diberi batas waktu dua ahad itu ditugasi memverifikasi fakta yuridis dan melaporkannya kepada Presiden. Dalam kesimpulan sementaranya , Tim Delapan beropini penyidikan terhadap Bibit dan Chandra belum memiliki bukti yang kuat. Laporan itu diserahkan kepada Presiden melalui Menko Politik , Hukum , dan Keamanan Djoko Suyanto.
Kita tidak tahu kapan pentas di panggung ini berakhir. Pertanyaan itu pantas kita olok-olokan sebab sudah hampir dua ahad (bahkan lebih) publik disuguhi konflik soal Bibit dan Chandra. Agenda Rembuk Nasional sebagai aktivitas pembangunan bangsa karam dalam hiruk-pikuk perkara itu. Program 100 hari pemerintah tanpa terasa sudah berjalan 20 hari semenjak Presiden dilantik.
Kasus Bibit dan Chandra telah menjadi sumbatan besar. Kita seakan tak bisa segera melangkah sebelum problem ini terselesaikan. Energi bangsa terkuras untuk menuntaskan problem ini. Padahal , pekerjaan rumah bangsa masih banyak dan menuntut konsentrasi untuk menyelesaikannya.
Kita tetap meyakini Presiden Yudhoyono sebagai kepala pemerintahan bakal bisa mengurai benang kusut perkara Bibit dan Chandra serta mencarikan jalan keluarnya. Sumbatan besar harus dipecahkan Agar kita segera bisa menuntaskan aktivitas bangsa yang lain. Kita perlu mengambil nasihat dari perseteruan ini. Agenda pemberantasan korupsi harus menjadi yang utama. Kita tak ingin perseteruan ini mengarah pada pelemahan lembaga.
Dalam konteks itu , penyelesaian segera perkara Bibit dan Chandra harus diutamakan dengan mengedepankan prinsip kepastian aturan , mempertimbangkan moralitas dan rasa keadilan masyarakat. Kita perlu mencari trik yang pas untuk menuntaskan problem yang memiliki sensitivitas politik tinggi. Setelah perkara itu terselesaikan , kita bisa segera mengambil langkah menata ulang sistem peradilan pidana , khususnya sistem yang menunjang pemberantasan korupsi , serta memberantas berandal peradilan.
Dugaan penyalahgunaan wewenang dan pemerasan/penyuapan terhadap Bibit dan Chandra memicu kontrkelewat / oversi. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membentuk Tim Delapan yang dipimpin Adnan Buyung Nasution. Perdebatan makin keras sehabis Polisi Republik Indonesia menahan Bibit dan Chandra beberapa jam sehabis Mahkamah Konstitusi memutar rekaman sadapan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Penjelasan Kepala Polisi Republik Indonesia Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri di depan Komisi III dewan perwakilan rakyat menuai bantahan dari pihak Bibit dan Chandra. Komisi III dewan perwakilan rakyat juga mengundang KPK dan Kejaksaan Agung. Komisi III pun berencana mempertemukan kejaksaan , Polisi Republik Indonesia , dan KPK pada 12 November. Itulah panggung politik DPR.
Panggung lain dimainkan Tim Delapan. Tim ini memanggil sejumlah pihak kepolisian , kejaksaan , KPK , dan pihak lain yang relevan. Tim yang diberi batas waktu dua ahad itu ditugasi memverifikasi fakta yuridis dan melaporkannya kepada Presiden. Dalam kesimpulan sementaranya , Tim Delapan beropini penyidikan terhadap Bibit dan Chandra belum memiliki bukti yang kuat. Laporan itu diserahkan kepada Presiden melalui Menko Politik , Hukum , dan Keamanan Djoko Suyanto.
Kita tidak tahu kapan pentas di panggung ini berakhir. Pertanyaan itu pantas kita olok-olokan sebab sudah hampir dua ahad (bahkan lebih) publik disuguhi konflik soal Bibit dan Chandra. Agenda Rembuk Nasional sebagai aktivitas pembangunan bangsa karam dalam hiruk-pikuk perkara itu. Program 100 hari pemerintah tanpa terasa sudah berjalan 20 hari semenjak Presiden dilantik.
Kasus Bibit dan Chandra telah menjadi sumbatan besar. Kita seakan tak bisa segera melangkah sebelum problem ini terselesaikan. Energi bangsa terkuras untuk menuntaskan problem ini. Padahal , pekerjaan rumah bangsa masih banyak dan menuntut konsentrasi untuk menyelesaikannya.
Kita tetap meyakini Presiden Yudhoyono sebagai kepala pemerintahan bakal bisa mengurai benang kusut perkara Bibit dan Chandra serta mencarikan jalan keluarnya. Sumbatan besar harus dipecahkan Agar kita segera bisa menuntaskan aktivitas bangsa yang lain. Kita perlu mengambil nasihat dari perseteruan ini. Agenda pemberantasan korupsi harus menjadi yang utama. Kita tak ingin perseteruan ini mengarah pada pelemahan lembaga.
Dalam konteks itu , penyelesaian segera perkara Bibit dan Chandra harus diutamakan dengan mengedepankan prinsip kepastian aturan , mempertimbangkan moralitas dan rasa keadilan masyarakat. Kita perlu mencari trik yang pas untuk menuntaskan problem yang memiliki sensitivitas politik tinggi. Setelah perkara itu terselesaikan , kita bisa segera mengambil langkah menata ulang sistem peradilan pidana , khususnya sistem yang menunjang pemberantasan korupsi , serta memberantas berandal peradilan.
TAJUK RENCANA
0 Response to "Kumpulan Opini Kompas: Sebuah Sumbatan Besar"